Toa Masjid, Antara Perintah Syiar dan Larangan Mengganggu Ketenangan Warga

25 February 2022

Oleh: Kurdi, M.S.I. (Dosen IAIN Pekalongan)

Umat Islam tentu sepakat mengumandangkan adzan merupakan bentuk syiar Islam. Di sisi lain, mereka juga pasti paham bahwa menganggu orang lain dengan suara bising tidak dibenarkan dalam Islam. Tak perlu dalil untuk mengatakan kedua hal tersebut karena semua umat Islam sudah maklum.

Jadi, syiar Islam wajib terus disuarakan ke telinga masyarakat umum, namun menganggu ketenangan orang lain tidak boleh dilakukan.

Akan tetapi, setiap orang tidak bisa seenaknya melarang adzan dengan pengeras suara dengan dalih ‘mengganggu ketenangan’. Pun, kita tidak bisa semaunya menggunakan pengeras suara saat adzan atau bacaan-bacaan lainnya dengan alasan itu syiar Islam yang harus dilakukan. Setiap umat Islam punya hak untuk menyiarkan ajaran Islam, namun setiap individu juga memiliki hak untuk tidak diganggu dan mendapatkan ketenangan.

Apa yang mesti dilakukan dengan syiar Islam melalui pengeras suara?

Di sisi inilah, Islam mengajarkan agar umatnya menerapkan prilaku beragama secara moderat, tidak berada di dua titik ekstrem: tidak menerima syiar Islam apalagi melarangnya tentu sikap yang salah total, namun melaksanakan syiar tanpa pertimbangan kebersamaan dan ketentraman juga tidak bisa dibenarkan.

Dalam sebuah pesan teks agama disebutkan: “Jangan terlalu keras menyuarakan doa dan pujian-pujianmu, namun jangan pula kamu lirihkan,” (QS. Al-Isra’: 110). Syiar tetap dijalankan dan dikumandangkan namun jangan sampai mengganggu hak orang lain di sekitar.

Peraturan Kementerian Agama adalah respon nyata untuk meneguhkan sikap moderat dalam beragama di Indonesia. Pembatasan volume suara Adzan melalui TOA di Masjid dan mushala adalah upaya untuk mengimplementasikan prinsip tersebut, tidak melarang tetapi juga tidak memberi kebebasan tanpa batasan.

Namun, komunitas masyarakat di setiap wilayah di Indonesia tidak homogen. Sehingga peraturan tidak bersifat general tanpa memperhatikan lokasi dan situasi.

Banyak daerah atau kampung yang 100% beragama Islam, ada yang mayoritas Muslim, sebagian relatif berimbang antara jumlah yang Muslim dan non-Muslim, dan sebagian di tempat lain ada yang mayoritas non-Muslim. Masjid dan mushalla selalu berada di tengah-tengah mereka.

Selain itu, syiar Islam yang biasa dikumandangkan dengan pengeras suara, TOA juga bermacam-macam.

Ada adzan yang harus dikumandangkan setiap lima waktu shalat. Ada tradisi ngaji al-Quran atau tahlilan di malam-malam tertentu, seperti malam Jumat atau malam Selasa. Ada kegiatan ceramah atau pengajian keagamaan yang aktif dilakukan, ada pula tradisi keagamaan bulanan, hingga sebulan penuh di moment bulan Ramadlan, bahkan sebagian tradisi Islam yang diselenggarakan tahunan seperti peringatan Maulid Nabi SAW, Isra’Mi’raj, dan lain-lain.

Masyarakat Indonesia sudah akrab dengan tradisi-tradisi syiar semacam di atas.

Mari kita sambut peraturan Kementerian Agama dengan kepala dingin dan sikap dewasa sebagai Muslim dan warga negara yang baik dan cerdas. Jika ada sebagian poin keberatan yang dinilai kurang cocok dengan konteks keragaman dan keberagamaan maka tetap bisa disuarakan di tempat yang tepat dan dengan cara yang bijak.

Wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq

                 
UIN K.H. Abdurrahman Wahid
Kampus 1: Jl. Kusuma Bangsa No.9 Kota Pekalongan 51141
Kampus 2: Jl. Pahlawan Km.5 Rowolaku Kajen Kab. Pekalongan 51161
Telp: +62 (285) 412575
Fax : +62 (285) 423418
Top
We use cookies to improve our website. By continuing to use this website, you are giving consent to cookies being used. More details…