Dosen UIN Gus Dur Paparkan Konsekuensi PRT Tidak Memiliki Perjanjian Kerja Tertulis

04 May 2023

Surabaya (04/05) – Dosen UIN Gus Dur Dr. Shinta Dewi Rismawati, S.H., M.H., menyebut praktik perjanjian kerja tidak tertulis antara Pembantu Rumah Tangga (PRT) dengan majikan membuat posisi PRT rentan secara hukum. Hal ini menyebabkan lemahnya perlindungan hukum bagi ART terutama terkait pemenuhan hak-hak PRT sebagai pekerja.

Hal ini Shinta sampaikan pada gelaran AICIS ke-22 di Surabaya pada Rabu (3/5/2023). Dalam kesempatan tersebut, Shinta menjadi panelis pada pada sesi paralel satu dan mempresentasikan papernya yang berjudul Legal Practices of Employment Agreements, Power Relations, and Political Identity of Indonesian Female Household Assistants.

Ditanya alasan meneliti topik tersebut, Shinta mengaku, tertarik untuk meneliti PRT karena saat ini isu PRT menjadi isu global, dan masuk pada ranah isu buruh migran. “Peran PRT sangat luar biasa bagi negara. PRT yang bekerja di luar negeri turut menyumbang devisa hingga 199 Triliun. Namun ironisnya, dalam ekonomi global posisi mereka kurang diperhitungkan,” kata Shinta yang saat ini menjabat sebagai Dekan FEBI UIN Gus Dur.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa banyak para PRT yang merupakan sandaran ekonomi bagi keluarga masing-masing namun di sisi lain banyak stigma PRT yang dianggap sebagai masyarakat kelas kedua yang bekerja melayani masyarakat kelas atas. Belum lagi, stigma lain yang berhubungan dengan diskriminasi sosial hingga kekerasan fisik dengan majikan.

Atas hal-hal tersebut, melalui penelitiannya yang ia lakukan di Kota Surakarta, Shinta merumuskan beberapa pertanyaan penelitian yaitu bagaimana bentuk perjanjian kerja antara pembantu rumah tangga dengan majikan, bagaimana pola relasinya, dan bagaimana politik identitas dari relasi tersebut. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut, Shinta mewawancarai 45 narasumber dengan rincian 25 narasumber dari PRT dan 20 narasumber dari majikan.

“Temuan saya, banyak PRT memilih perjanjian lisan karena terdapat ikatan tradisional yang mengikat. Sehingga, walau pun tidak ada perjanjian kerja tertulis, PRT dengan majikan memiliki mutual trust yang tinggi. Sebelumnya, PRT dan majikan ini memiliki kesepakatan lisan tentang perjanjian kerja yang dalam KUHPerdata ini sudah sesuai,” papar Shinta.

Terkait pola relasi antara PRT dan majikan, Shinta menyampaikan temuan menariknya. “Banyak pandangan relasi yang terbentuk antara PRT dan majikan bersifat subordinat ternyata yang saya temukan tidak demikian. PRT dan majikan ini memiliki relasi yang hampir equal karena didasari adanya hubungan yang saling membutuhkan,” sambungnya.

Mengenai politik identitas, Shinta mengungkapkan bahwa PRT dan majikan memiliki hubungan yang sangat akrab dan dalam waktu tertentu para PRT dapat dianggap menjadi bagian dari keluarga majikan. “Istilahnya, outsider menjadi insider, orang luar yang menjadi bagian keluarga. Makanya para PRT ini memiliki panggilan khusus seperti mbak atau bukde yang mana hal ini merupakan bentuk penghargaan sebagai bagian dari keluarga,” pungkas Shinta.


Reporter  : Dimas Prasetya

Editor      : Anik Maghfiroh

Redaktur  : Humas Bagian Umum

                 
UIN K.H. Abdurrahman Wahid
Kampus 1: Jl. Kusuma Bangsa No.9 Kota Pekalongan 51141
Kampus 2: Jl. Pahlawan Km.5 Rowolaku Kajen Kab. Pekalongan 51161
Telp: +62 (285) 412575
Fax : +62 (285) 423418
Top
We use cookies to improve our website. By continuing to use this website, you are giving consent to cookies being used. More details…