Pekalongan (30/11) – Dalam rangka Transformasi Kelembagaan Institut Agama Islam Negeri Pekalongan Menuju Universitas Islam Negeri, IAIN Pekalongan adakan kegiatan Road to UIN: Penyusunan Visi Keilmuan UIN Abdurrahman Wahid dengan tema: “Gus Dur, Genealogi Pemikiran, Kebangsaan, dan Transformasi Sosial” pada 29 November 2021 secara virtual melalui zoom meeting.
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber, pertama Dr. Ngatawi al-Zastrouw, M.A., Dosen UI dan UNUSIA Jakarta serta beliau pernah menjadi sekretaris pribadi Abdurrahman Wahid ketika menjabat sebagai presiden Indonesia. Kemudian narasumber kedua yakni Dr. Ahmad Suaedy, M.A., Dekan Fakultas Islam Nusantara UNUSIA Jakarta sekaligus Pendiri Abdurrahman Wahid Center Universitas Indonesia.
Dalam sambutan pembukaan acara, Wakil Rektor II IAIN Pekalongan Drs. Moh. Muslih, M.Pd., Ph.D. menyampaikan harapannya agar forum virtual ini dapat menjadi sarana silaturahim keilmuan, khususnya dalam membahas Visi UIN kedepan. “Pertemuan ini merupakan sarana yang tepat dalam berdiskusi dan saling sharring keilmuan dalam rangka perumusan visi UIN Abdurrahman Wahid kedepan, baik dari genealogi pemikiran, kebangsaan, dan transformasi sosial yang dapat kita tauladani dari Gus Dur.” tegasnya.
Lebih lanjut, Muslih mewakili Rektor IAIN Pekalongan mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat pihak IAIN akan bersilaturahim secara langsung dengan pihak keluarga besar Gus Dur. Semoga pihak keluarga berkenan agar nama Abdurrahman Wahid menjadi nama resmi UIN di Pekalongan dan proses perjalanan transformasi kelembagaan IAIN Pekalongan menuju Universitas Islam Negeri diberikan kelancaran dan hasil optimal.
Dr. Ngatawi al-Zastrouw, M.A., dalam paparannya mengutarakan bahwa dalam melihat genealogi pemikiran Gus Dur sebagai seorang agen, bisa dilihat pada jejak sosial (proses habituasi) yang membentuk habitus sorang Gus Dur, sehingga dapat ditarik benang merah kesimpulan visi keilmuan beliau. “Untuk melacak genealogi pemikiran Gus Dur terkait dengan kebangsaan dan transformasi sosial, kami menggunakan kerangka teori Habitus dari Piere Bourdieu. Visi keilmuan Gus Dur adalah menyatukan rasionaitas dan spiritualitas sebagai kesatuan yang tak terpisahkan (affinity). Artinya spiritualitas harus diakui sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang memiliki kerangka metodologis. Merujuk pada taksanomi Jabiri, visi keilmuan Gus Dur tidak hanya pada bayani dan burhani tetapi juga irfani,” jelas Ngatawi.
Kemudian Ngatawi menambahkan, UIN sebagai bagian dari lembaga pendidikan atau institusi yang melakukan proses habituasi terhadap mahasiswa, perlu mempertimbangkan habitus model seperti apa yang ingin dikembangkan, metodologi berfikir yang dibangun dan kerangka filosofi yang ingin ditanamkan sehingga menjadi pegangan dalam menghadapi keadaan dengan perspektif keIslaman ala Gus Dur.
Sementara itu, Dr. Ahmad Suaedy, M.A., memberikan pandangan bahwa konstruksi pemikiran Gus Dur memiliki kebaruan dan kekhasan yang spesifik dalam problematik, kontiunitas serta penyelesaiannya. “Terpenting adalah banyak distingsi yang dapat diambil dari dalam diri Gus Dur dan komprehensifitas dari pemikiran itu, baik secara religius maupun metodologis bahkan berujung pada sejumlah pemikir barat. Selain itu, adanya kedinamisan pemikiran seorang Gus Dur yang mencoba menjawab tantangan-tangan baru, yang kemudian perlu kita kembangkan hari ini. Ketiga, pemikiran Gus Dur bukan hanya tentang nasional tetapi kapasitasnya internasional, mulai dari soal Amerika, China, Israel. Melihat hal tersebut maka pemikiran yang dibawa UIN kedepan tidak hanya skala lokal dan nasional tetapi juga ke arah Internasional.” Jelas Ahmad
Selain dihadiri Rektor dan jajaran Wakil Rektor, kegiatan ini juga turut dihadiri para pimpinan di lingkungan IAIN Pekalongan serta civitas akademika. Diskusi berjalan lancar dengan didukung antusiasme para audiens.
Reporter : Anik Maghfiroh
Editor : Najmul Afad
Redaktur : Humas Bagian Umum