Print this page

Tingkatkan Gender Awareness Bagi Sivitas Akademika, PSGA Selenggarakan Sekolah Vokal Point Gender

23 June 2022

Pekalongan (23/6)  - Sekolah Vokal Point Gender merupakan acara yang diadakan oleh PSGA (Pusat Studi Gender dan Anak) di bawah naungan LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan. Acara ini dilaksanakan pada Selasa-Rabu, 14-15 Juni 2022 mulai jam 07.30 hingga selesai. Sekolah Vokal Point Gender pada hakikatnya adalah sebuah wadah belajar untuk memfasilitasi para gender vocal point baik itu dari kalangan dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa dan stakeholder untuk belajar hal-hal terkait tentang gender dan anak.

Kepala PSGA UIN KH. Abdurrahman Wahid Ningsih Fadhilah mengatakan acara ini diperlukan dalam rangka merekrut tim vokal point dari berbagai fakultas dengan membekali pemahaman yang utuh dan komprehensif tentang gender dan anak sehingga diharapkan memiliki kesadaran atau gender awareness untuk mengawal dan mendukung kebijakan-kebijakan kampus yang responsive gender. Pada hari pertama, acara dibuka dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya kemudian dilanjutkan dengan sambutan–sambutan. Acara ini turut dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama dan Ketua LP2M.

Dalam kesempatan ini, DEMA Institut turut hadir dan menuturkan dukungannya terhadap PSGA dalam mengawal kampus ramah gender dan nirkekerasan. Rohmi Fuadi selaku ketua DEMA Institut mendorong teman-teman organisasi mahasiswa supaya dapat bekerja sama dengan PSGA untuk mengajak mahasiswa UIN KH. Abdurrahman Wahid berani terbuka dalam melakukan pengaduan kepada ULT SETARA jika terjadi pelanggaran ataupun penyelewengan yang dilakukan baik oleh pihak mahasiswa maupun pihak dosen. “Kami sangat mengapresiasi langkah-langkah dan kebijakan yang pro dengan mahasiswa supaya kampus ini benar-benar aman dari segala bentuk kejahatan kemanusiaan,” pungkas Rohmi.

Ketua LP2M Prof. Dr. KH. Imam Hanafi, M.Ag dalam sambutan acara menyampaikan bahwa gerakan responsif gender mulai berkembang dan kuat pada zaman presiden KH. Abdurrahman Wahid setelah mengeluarkan IMPRES No. 9 tahun 2000 yang menjadi tonggak aktivis gender mendapatkan dukungan dari pemerintah. Prof. Imam menambahkan, bahwa untuk mewujudkan universitas yang responsif gender tidak hanya sekedar narasi dan literasi namun dibutuhkan aksi yang nyata.  

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama Dr. Muhlisin, M.Ag. dalam pidato pembukaan acara menyatakan harapannya agar mahasiswa dapat menjadi juru bicara untuk meliterasikan bahwa IAIN Pekalongan diberi nama UIN KH. Abdurrahman Wahid itu dikarenakan Gus Dur adalah tokoh global dan seorang pionir yang pernah menjadi Presiden Indonesia yang sangat dicintai rakyatnya. Gus Dur selalu memberikan 3 M (Menginspirasi, Mengedukasi, dan Melindungi). Ia berharap agar euforia universitas bisa diisi dengan talenta yang tepat, termasuk dalam pengarusutamaan gender dalam perguruan tinggi.

Kegiatan sekolah vokal point gender ini mendatangkan dua narasumber yang expert dibidangnya yaitu Laila Fajrin Rauf atau Ubai Rauf (Duta Damai Yogyakarta, Founder Komunitas Feministic.id., GUSDURian, Aktivis Griya Riset Indonesia, dan Volunteer Sahabat Muda Solidaritas Perempuan Kinasih), Hasan Ubaidillah, M.Pd.I (Kepala PSGA UIN Raden Mas Said Surakarta dan Komunitas jaringan KUPI)  dan Miqdam Yusria Ahmad,  M.H (Advokat LBH Ansor Batang). Materi pertama pada acara sekolah vokal point gender adalah Konsep Dasar Gender dan Problematika Gender. Ubai Rauf sebagai pemateri menjelaskan bahwa untuk menjadi agent transformation (agen perubahan) perlu memiliki bekal. Untuk itu sangat diperlukan pendidikan mengenai gender. Gender dapat dilihat dari berbagai perspektif seperti gender dipandang sebagai fenomena/konstruksi sosial, gender sebagai suatu persoalan, gender sebagai perspektif, gender sebagai alat analisis, ataupun gender sebagai gerakan kesetaraan.

Ubai menambahkan, banyak orang yang masih menganggap bahwa gender dan seks itu sama, padahal gender tidak dibawa sejak lahir dan dapat berubah karena sistem sosial sedangkan seks memang sudah dibawa sejak lahir dan tidak dapat dipertukarkan karena sudah ditentukan oleh Tuhan. Pada paparannya ia juga membahas mengenai toxic masculinity dan toxic feminity dimana yang mendapat diskriminasi gender bukan hanya perempuan namun juga laki-laki karena itu responsif gender dan zero toleran sangat perlu diperjuangkan. Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender harus mempertimbangkan pengalaman spesifik biologis maupun sosialnya. Ketika memperjuangkan kesetaraan maka perlu juga melakukan advokasi kebijakan. Akhir dari sesi ini ditutup dengan FGD (Forum Group Discusion)  dalam rangka mengasah kemampuan analisis sosial perspektif gender dengan metode River of Life.

Narasumber kedua yakni Hasan Ubaidillah, M. Pd.I., dari UIN Raden Mas Said Surakarta membahas tentang kebijakan Perguruan Tinggi Responsif Gender. Beliau mengatakan bahwa Gus Dur merupakan Bapaknya Pengarusutamaan Gender (PUG). PUG adalah hal yang harus ada dan dikembangkan melihat bahwa permasalahan yang dihadapi bukan hanya masalah teori namun merupakan masalah yang harus dicari penyelesaiannya. Tujuan PUG diantaranya adalah meningkatkan peran, dan kualitas perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan. Selain itu, PUG juga bertujuan agar terintegrasi dalam seluruh proses pembangunan. Sistem sosial yang ada selama ini cenderung merugikan perempuan. Indikator PTRG diantaranya, adanya PSGA, kampus memiliki Profil Gender, SK PUG, Pendidikan Responsif Gender, Penelitian Responsif Gender, Pengabdian Responsif Gender, Tata Kelola Responsif Gender, Perencanaan dan Penganggaran  Responsif Gender (PPRG), dan Zero Toleran terhdap Kekerasan. Pak Hasan menyampaikan bahwa kita memiliki peluang untuk meneruskan impian PUG KH. Abdurrahman Wahid.

Miqdam Yusria Ahmad, M. Ag. selaku narasumber berikutnya sekaligus sebagai membahas tentang strategi planning dan penyusunan program kerja Gender Vokal Point. Miqdam menjelaskan tentang landasan pelaksanaan PUG Gender Vokal Point di UIN KH Abdurrahman Wahid, dari berbagai PMA, SK dirjen Pendis dan SK Rektor. Dalam menyusun rencana aksi, pembagian struktur Tim Vokal Point Gender yang meliputi PSGA dan ULT SETARA bekerjasama bersama Tim Vokal Point Gender dengan bantuan DEMA dan SEMA Universitas untuk berkoordinasi dengan koordinator DEMA dan SEMA Fakultas beserta HMJ dan UKM dibawahnya. Akhir sesi dilakukan FGD untuk menjaring aspirasi dan turut menuangkan ide-ide dan gagasannya dalam mengembangkan Perguruan Tinggi Responsif Gender. Demikian acara ini berlangsung hingga pukul 16.00 dan ditutup oleh Prof. Dr. Imam Hanafi, M. Ag selaku ketua LP2M.


Penulis     : Ningsih Fadhilah

Editor       : Dimas Prasetya

Redaktur  : Humas Bagian Umum

We use cookies to improve our website. By continuing to use this website, you are giving consent to cookies being used. More details…