Tingkatkan Integrasi Gender dalam Pendidikan, PSGA Gelar Workshop Pembelajaran Responsif Gender

26 April 2022

Pekalongan (26/4) - Salah satu indikator Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG) sebagaimana merujuk pada dokumen yang dikeluarkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tahun 2019 yakni adanya standar mutu pendidikan yang responsif gender. Dalam mengawal PTRG inilah peran civitas akademika sangatlah penting. Sejauh ini integrasi nilai-nilai adil gender dalam perkuliahan belum banyak dilakukan oleh dosen ketika mendesain Rencana Perkuliahan Semester (RPS). Hal inilah yang mendorong Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) LP2M IAIN Pekalongan mengadakan Workshop Pembelajaran Responsif Gender yang digelar pada hari Selasa, tanggal 19 April 2022.

Ketua LP2M IAIN Pekalongan Dr. H. Imam Kanafi, M.Ag., dalam sambutannya menyampaikan kegiatan ini merupakan program yang sangat mulia, selain dilaksanakan bertepatan dengan bulan Ramadhan, kegiatan yang mengusung tema "Mengintegrasikan Gender dalam Pendidikan dan Pengajaran" ini dirasa sudah tepat karena dunia kita selama ini dikuasai oleh laki-laki dan tentu saja membutuhkan perjuangan yang luar biasa untuk mengubahnya. Perguruan Tinggi, menginisiasi dan membersamai para pejuang gender untuk bisa merealisasikan realitas sosial yang masih bias gender menuju cita-cita gender equality yang diperjuangkan bersama. "Nelson Mandela menyatakan senjata paling ampuh untuk mengubah dunia adalah pendidikan, workshop ini merupakan salah satu kegiatan yang tepat untuk mewujudkan pembangunan nasional dan global, mengingat tujuan langsung pembangunan global salah satu indikatornya adalah kesetaraan gender, sehingga pembelajaran harus terintegrasi dengan penyetaraan gender," pungkasnya.

Secara resmi, acara dibuka Wakil Rektor bidang Akademik dan kelembagaan Prof. Dr. Maghfur, M.Ag. Dalam sambutannya Prof. Maghfur mengungkapkan bahwa acara ini sangat bermakna, bukan sekadar untuk memenuhi Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional, bukan juga sekedar untuk memenuhi target Renstra yang secara jelas mengungkap penguatan-penguatan perngarusutamaan gender yang menjadi sasaran strategis kampus, namun tentunya pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi yang sudah seharusnya memenuhi indikator-indikator berbasis gender, termasuk integrasi gender dalam pembelajaran, juga mewujudkan kampus yang zero tolerance terhadap kekerasan. "Oleh karena itu, workshop ini menjadi bagian penting untuk berikhtiar bersama mewujudkan kampus yang berkeadilan gender, anti diskriminatif dan memanusiakan manusia," tutupnya.

Workshop yang dilaksanakan secara online melalui aplikasi Zoom Meeting ini menghadirkan dua narasumber yang mumpuni di bidang gender yakni Dr. Ida Rosyidah, M.A. dan Dr. Iklilah Muzayyanah DF, M.SI. Di awal Ningsih Fadhilah, M.Pd., selaku Kepala PSGA menjelaskan bahwa acara workshop ini adalah kegiatan yang memiliki output tersusunnya RPS Responsif Gender. Rangkaian kegiatan ini akan dilakukan dua kali sesi pertemuan dengan narasumber. "Sesi pertama untuk membekali dosen mengenai strategi integrasi gender dalam kurikulum dan cara mendesain RPS responsif gender dan sesi kedua nanti akan dilakukan bedah RPS Responsif gender," tuturnya.

Sesi pertama disampaikan oleh  Dr. Ida Rosyidah, M.A.,Pegiat Gender sekaligus Dosen Sosiologi FISIP UIN Syarif Hidayatullah. Ida memaparkan materi mengenai “Strategi Integrasi Keadilan Gender dalam Pendidikan dan Pembelajaran: Apa dan Bagaimana?” dimulai dari pengertian gender dan keadilan gender, kemudian dilanjut dengan Indikator ketidakadilan gender yang diselingi diskusi dengan peserta didik secara interaktif. Kemudian berlanjut ke materi kurikulum berspektif gender dan tantangan yang dihadapi. Menurut Ida setidaknya ada 3 strategi dalam mengintegrasikan gender dalam pendidikan dan pengajaran, pertama melalui strategi kurikulum terpadu (integrated curriculum) artinya gender terintegrasi dalam semua mata kuliah, terintegrasi berarti bahwa topik-topik gender menjadi bagian penting yang tidak boleh dipisahkan misal menyediakan salah satu topik dari 16 pertemuan tentang gender, atau terintegrasi dalam keseluruhan topik perkuliahan yakni dengan memasukkan penjelasan gender di dalam sub bahasan atau materi sebagai bagian dari integrasi perspektif gender di dalamnya.

Kedua, melalui strategi kurikulum terpisah-pisah (separated curriculum) atau strategi afirmasi artinya memasukkan nilai-nilai gender dengan dipisahkan dengan mata kuliah lain seperti menyediakan mata kuliah khusus yang perspektif gender di dalam kurikulum misal mata kuliah islam dan gender atau yang lain, bisa sebagai mata kuliah jurusan, fakultas, lebih-lebih menjadi mata kuliah institut, maka akan lebih efektif dalam memainstremingkan gender di kampus.  Strategi ketiga yakni kurikulum terkorelasi (correlated curriculum) atau strategi insertsi artinya mata kuliah satu dengan mata kuliah lain dihubungkan, memandatkan nilai-nilai gender pada mata kuliah tertentu yang memiliki korelasi misal mata kuliah sejarah peradaban Islam, hukum keluarga islam, pendidikan iklusi, psikologi dan bimbingan konseling dan mata kuliah-mata kuliah lain yang relevan dan strategis untuk dikorelasikan.

Perspektif gender dalam pembelajaran sangat memungkinkan untuk dimasukkan dalam materi ajar, referensi atau buku-buku yang dipakai serta pendekatan dan strategi pembelaran. Di akhir paparan materi, Ida membahas tentang strategi gender inklusif yang dapat mewujudkan lembaga pendidikan yang adil gender. Selain itu, dipaparkan juga mengenai siapa saja yang perlu dilibatkan dalam merancang kurikulum berspektif gender. Ida menjelaskan bahwa menurut David G. Amstrong, Ahli Kurikulum, Gender Expert, dalam merancang kurikulum setidaknya melibatkan dosen atau instruktur, mahasiswa, Warek I, administrator kantor pusat/fakultas, special expert, dan perwakilan masyarakat umum.

Pemateri untuk sesi kedua adalah Dr. Iklilah Muzayyanah DF, M.SI, yang merupakan Dosen Pascasarjana Kajian Gender Universitas Indonesia, Jakarta. Beliau memaparkan materi mengenai Analisis Isu Keadilan Gender dalam Kurikulum dan Rencana Pembelajaran Semester (RPS)”. pembahasan ini bermuara pada strategi/cara menyusun RPS Responsif Gender. Mengapa RPS? Iklilah menyampaikan bahwa jalan yang strategis untuk mendaratkan nilai, pengetahuan/konsep gender dengan mengembangkan ide, opini, sikap dan perilaku sehingga mahasiswa tidak hanya pada level memahami dan mengerti konsep gender saja namun juga bagaimana membentuk karakter responsif gender melalui perkuliahan itu dilakukan.

Sehingga Dosen atau pendidik tidak boleh bias gender, netral gender bahkan buta gender, namun dosen haruslah sensitif dan responsif gender, tuturnya. Beberapa aspek ruang rekonstruksi RPS responsif gender diantaranya pada tujuan/Capaian Mata Kuliah (CP-MK), diskripsi mata kuliah, referensi dan sumber belajar, materi perkuliahan dan strategi pembelajaran. Materi dilanjut dengan membahas Komponen RPS melalui kegiatan interaktif bersama peserta workshop dengan menunjukkan contoh RPS yang dikirim oleh salah satu peserta workshop kemudian menunjukkan aspek-aspek mana saja yang perlu diperbaiki. di akhir sesi Beliau mencontohkan RPS yang responsif gender, serta menantang audient untuk merevisi RPS nya dan akan dilakukan bedah RPS di waktu lain ditentukan kemudian, pungkasnya.

Workshop dihadiri oleh dosen internal dan eksternal kampus yakni para pegiat gender nasional atau PSGA PTKIN diantaranya Ponorogo, Samarinda, Bengkulu, Malang, Surabaya, Semarang, dan lainnya. Kegiatan ini diharapkan mampu memberikan angin segar bagi para sivitas akademika terutama dosen, sehingga memiliki sensitivitas gender, menemukenali dan melakukan analisis problem isu gender melalui RPS. Sehingga output dari kegiatan ini bisa terpenuli yakni tersusunnya RPS responsif gender sebagai salah satu ikhtiar untuk mencapai Perguruan Tinggi yang Responsif Gender sesuai yang dicita-citakan. Perguruan tinggi yang responsif gender akan menciptakan suasana yang nyaman dan aman untuk semua civitas akademika. Mahasiswa yang memiliki kesadaran gender kelak juga akan menjadi warga yang peka dan sensitif dengan persoalan ketimpangan gender di masyarakat. Karena keadilan bukanlah sesuatu yang given, maka harus terus diperjuangkan. Sehingga tercapai cita-cita akhir yaitu terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi laki-laki dan perempuan.


Reporter : Ningsih Fadhilah

Editor     : Dimas Prasetya

Redaktur : Humas Bagian Umum

.

                 
UIN K.H. Abdurrahman Wahid
Kampus 1: Jl. Kusuma Bangsa No.9 Kota Pekalongan 51141
Kampus 2: Jl. Pahlawan Km.5 Rowolaku Kajen Kab. Pekalongan 51161
Telp: +62 (285) 412575
Fax : +62 (285) 423418
Top
We use cookies to improve our website. By continuing to use this website, you are giving consent to cookies being used. More details…