Opini
Anindya Aryu Inayati
Dosen Fakultas Syariah UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Salah satu tokoh istimewa yang sangat konsisten dalam membela hak-hak kaum minoritas dan mengusung kemajemukan adalah Dr. (HC). KH. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur. Presiden Indonesia ke-4 ini seringkali disebut sebagai Bapak Pluralisme Indonesia karena begitu getol mengangkat tema toleransi dan mengumandangkan bahwa Indonesia adalah milik seluruh elemen masyarakat, tanpa membedakan ras, suku, bahasa, etnik, bahkan agama dan keyakinan. Bagi Gus Dur, Pluralisme adalah menghargai adanya pluralitas yang merupakan Sunnatullah.
Riril Widi Handoko
Presiden Mahasiswa IAIN Pekalongan Periode 2021
Pertama kali mendengar nama yang disematkan pada saat perubahan IAIN Pekalongan menjadi UIN, K.H. Abdurahman Wahid, sejenak kita bertanya-tanya, kenapa yang dipilih adalah KH. Abdurahman Wahid? Mantan Presiden Ke-4 Republik Indonesia, mantan ketua umum PBNU, Pejuang perdamaian dunia, yang tidak dilahirkan di Pekalongan. Beliau adalah cucu hadrotusyaikh KH. Hasyim Asy'ari pendiri NU, anak mantan Mentri Agama RI.
Mochammad Najmul Afad
UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Sekitar tahun 2020, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia meluncurkan sebuah kurikulum baru yang diberi nama Kurikulum Merdeka Belajar. Pada ranah kampus, kurikulum ini mengguanakan istilah “Merdeka Belajar Kampus Merdeka”. Kurikulum yang memberikan seluas-luasnya kebebesan mahasiswa atau peserta didik untuk belajar di manapun dengan siapapun dengan konsep yang diusung oleh Menteri Pendidikan pertama yakni Ki Hajar Dewantara “Semua adalah Guru dan Semua adalah Murid”.
Mukoyimah
Dosen Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah
UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan
Gus Dur menjadi trendsetter pluralisme di tengah-tengah gemuruhnya isu perselisihan agama dan ras budaya. Beberapa tahun belakangan isu ras dan agama masih hangat diperbincangkan di beberapa sektor. Baik sektor sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Setelah beberapa peristiwa penistaan agama dan pelecehan perbedaan ras mengakibatkan beberapa orang ‘dibuikan’. Hal ini seolah menggambarkan kondisi di tengah-tengah masyarakat yang masih mengalami disharmonisasi.